Ibadah haji
1.
Haji adalah
merupakan satu tehnik pembinaan perdamaian dunia yang membawa effect
psychologis (efek kejiwaan) yang secara positif bertujuan :
A.
Hilangnya
Rasialisme, diskrimanasi, sukuisme dan nasionalisme chauvisme.
B.
Terjalinnya “ﺗﻌﺎﺭﻔﻮﺍ” yaitu pergaulan yang saling
bahu membahu, membangun yang ma’ruf yaitu kondisi “ﺣﺒﻞﻣﻥﺍﷲﻭﺣﺑﻝﻤﻥﺍﻟﻧﺴﺎﺱ”
secara internasional yang praktisnya kaljasadi, suka duka ditanggung bersama,
dimana masing-masing hujjaj itu adalah bertindak semcam duta-duta dari berbagai
suku bangsa “ﺳﻌﻭﻳﺎﻭﻗﺑﺎﺌﻞ”
bertemu disuatu tempat, dimana ka’bah sebagai pusatnya. Maka nun disana,
berkumpullah lautan manusia dengan beraneka warna kulit, bangsa dan bahasa ,
mereka bersatu padu menyelenggarakan haji yang merupakan mu’tamar dunia Islam,
untuk kemudian memancarkan kesegenap penjuru
dunia dengan memanggul tugas yang sama, yakni sebagai juru damai
dimasing-masing suku bangsa dan tanah airnya :
Al-Qur’an
surat Al-Hujarat 13 menyebutkan :
Artinya
: “Wahai seluruh manusia, sesungguhnya kami (Allah) telah menciptakan kamu
sekalian dari dua jenis, yaitu laki-laki dan wanita, kemudian kami jelmakan
kamu sekalian menjadi beraneka ragam bengsa dan suku bangsa, tiada lain agar
kamu sekalian melakukan ta’aruf antara sesama kamu”.
2.
Pembinaan haji
ditekankan kepada orang yang mempunyai kesanggupan didalam menanggung
konsekuensi selama perjalanan, yaitu (ﻤﺍﺘﻃﺎﻉﺍﻟﻳﻪﺴﻣﻴﻼ)
yakni (ﺍﻟﺯﺍﺩﻮﺍﺮﺍﻟﺔ) :
pembekalan yang cukup dan tranportasi yang lancar. Dan diatas persyaratan
materi itu semua, yang paling fundamental sekali adalah adanya dorongan
kesadaran yang tinggi, yakni didorong oleh Ilmu Allah yang sudah menjadi
kebulatan tahu dan mau.
Al-Qur’an
surat Al-Baqarah 196 :
“Dan sepurnakanlah haji serta ‘umrah itu
menurut Ilmu Allah dan semata-mata hanya menurut Ilmu Allah dan karena Allah”.
Pelaksanaan
ibadah haji itu adalah diawali dengan Ihram yakni praktisnya berupa penanggalan
semua pakaian tradisional yang dipakai sehari-hari kemudian diganti dengan
seragam putih yang tidak perbedaan kedudukan, pangkat, suku bangsa, bahasa dan
warna kulit tidak memberikan konsekuensi adanya perbedaan nilai-nilai moril
ataupun nilai-nilai material. Bahwa nilai tinggi dan sesudahnya manusia
hanyalah diukur oleh ketakwaan masing-masing kepada Allah, yakni tingkat
kemampuan berpikirdan berbuat dengan setepat-tepatnya menurut Ilmu Allah.
Seiring
dnegan penyeragaman pakaian itu, setiap yang melakukan Ihram serentak
menyatakan :
ﻟﻴﺑﻚﺍﻟﻟﻬﻟﻳﺒﻳﻙﻻﺴﺮﻴﻚﻟﻚﻟﻴﺎﻚ
“Ya
Allah, aku dalam keadaan siap memenuhi
segenap petunjuk-Mu dan aku tidak akan mengkaitkan diri dengan selain
petunjuk-Mu itu (Al-Qur’an dan Sunnah Rosul”.
3.
Sebagai klimaks
dari acara pembinaan haji itu adalah dengan diselenggarakannya apel besar yakni
wukuf/pertemuan dipadang Arafat ditengah-tengah teriknya matahari sampai sore
hari dalam kesempatan mana didengarkanlah khutbah sebagai briefing bagi para
hujjaj menjelang detik-detik perpisahan untuk kemudian menyorot syi’ar
perdamaian itu keseluruh penjuru dunia.
Sebagai
mata rantai/kebahagian dari pembinaan haji itu adalah dengan dibebankan
“Udlhiyyah” yaitu penyembelihan ternak yang melambankan kesedian berkorban dan
harus merupakan spontanisasi pancaran jiwa takwa. Al-Qur’an surat Al-Hajj 37
“Bukan darah atau daging dari pengorbanan yang
kamu lakukan itu yang menjadi tujuan Allah, akan tetapi sikap takwa kamu
sekalian”.
(kesempatan
berkurban yaitu pada tanggal 10 sampai dengan 13 Djulhijjah)
Bagi
kaum muslimin yang berada diberbagai penjuru dunia yang menanti saat kembali
duta-dutanya itu, diselenggarakanlah upacara Iedul Adha dilapangan terbuka
sebagai pernyataan sedia pula untuk menyambut sinar perdamaian yang akan
dipantulkan oleh para hujjaj untuk kemudian saling bahu membahu dalam membina
dan menyemarakan perdamaian dunia inidengan ajaran yang telah diajarkan Allah
yakni Al-Qur’an menurut Sunnah Rosul pembina perdamaian hidup dan kehidupan
dunia akhirat.
Kita laksanakan
shalat ‘Iedul Adha dilapangan terbuka pada tanggal 10 Dzulhijjah, adapun tehnik
pelaksanaannya bisa dibaca pada bab “‘Iedul Fithri”.
Komentar